Tulisan ini merupakan sambungan dari tulisan sebelumnya
Pendidikan berbasis kompetensi (PBK) bukanlah konsep yang baru di dunia pendidikan
internasional maupun di Indonesia. Namun demikian, beberapa tahun belakangan
konsep tersebut tengah mendominasi
trend pengembangan pendidikan kejuruan di berbagai negara. Hal ini
mengingat bahwa dengan PBK diharapkan dapat mengurangi permasalahan pada penyiapan
transisi siswa dari dunia sekolah ke dalam dunia kerja (Biemans dkk.,
2004; Wesselink dkk, 2007; Biemans dkk, 2009) sehingga
lulusan menjadi lebih siap kerja. Konsep
pendidikan berbasis kompetensi terus dijadikan dasar dalam pengembangan pendidikan kejuruan. Meskipun
konsep tersebut semakin populer digunakan kembali dalam pendidikan kejuruan, masih banyak diperdebatkan menyangkut ambiguitas definisi
tentang seperti apakah pendidikan berbasis kompetensi. Karenanya, Wesselink dkk. (2007) mengembangkan sebuah
kerangka kerja (framework) untuk mendefinisikan secara eksplisit yang dimaksud
dengan pendidikan berbasis kompetensi. Framework Wesselink dkk tersebut
dikembangkan dalam konteks pendidikan di Belanda, yang terdiri atas
delapan prinsip mengenai elemen-elemen pokok yang menggambarkan karakteristik
PBK.
Dengan menggunakan Delphi study, Wesselink dkk mengupayakan kesepakatan dari para ahli pendidikan Belanda tentang prinsip-prinsip
pendidikan berbasis kompetensi. Para pakar dipilih berdasarkan hasil publikasi
ilmiah dan pengalaman sebagai praktisi dalam pendidikan berbasis kompetensi. Kesepakatan
para pakar diperoleh melalui kajian Delphy
study selama beberapa tahapan meliputi focus
group discussion dilanjutkan dengan kuesioner yang dilakukan dalam dua kali
putaran. Wesselink dkk memandang perlunya pencapaian kesepakatan tersebut karena digunakan sebagai dasar penyusunan
model instrumen untuk mengevaluasi pelaksanaan pendidikan berbasis
kompetensi pada konteks pendidikan kejuruan di Belanda. Evaluasi tentang praktek PBK memerlukan adanya alat ukur yang valid dan reliabel agar
bisa digunakan sebagai instrument
untuk mengukur sejauhmana pendidikan
berbasis kompetensi diterapkan di sekolah. Mereka
mengklaim bahwa model evaluasi PBK yang ditawarkan merupakan model yang
komprehensif karena meliputi ‘apa’ (kurikulum) dan juga ‘bagaimana’
(instruksi). Pada perkembangannya, framework ini telah diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa diantaranya Bahasa Inggris, Jerman, Perancis, Spanyol,
Portugis, China, Dari dan Bahasa Indonesia (Nederstigt & Mulder, 2011).
Instrumen ini juga telah digunakan oleh
peneliti untuk mengkaji pengembangan pendidikan tinggi maupun pendidikan
kejuruan.
Prinsip-prinsip PBK yang dikembangkan oleh Wesselink
dkk merupakan kesepakatan dari para pakar pendidikan. Selanjutnya Sturring dkk (2011) memvalidasi
prinsip-prinsip tersebut dengan mempertimbangkan masukan dari para guru sebagai pengelola PBK di sekolah. Dari hasil kajian Sturring
dkk, diperoleh masukan dari semula 8 prinsip (Wesselink
dkk) menjadi 10 prinsip PBK. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: (1) Program studi didasarkan pada
tugas-tugas bidang kejuruan, proses kerja dan kompetensi yang dibutuhkan dalam
pekerjaan tersebut; (2) Kompetensi kejuruan menjadi titik berat pada program
studi; (3) Aktivitas pembelajaran dilakukan ditempat yang berbeda-beda dan
dalam situasi kejuruan yang berarti; (4) Ilmu pengetahuan, keterampilan dan
sikap diintegrasikan dalam pembelajaran dan penilaian; (5) Siswa dinilai secara
berkesinambungan dengan tujuan yang bermacam-macam; (6) Siswa dirangsang agar
dapat merefleksikan pembelajaran mereka sendiri; (7) Program studi disusun
sedemikian rupa sehingga kemampuan mengelola kemandirian pembelajaran siswa
semakin meningkat; (8) Program studi bersifat fleksibel; (9) Bimbingan yang
diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran siswa; dan (10) Studi
program mengikutsertakan penguasaan kompetensi tentang bagaimana belajar yang
baik, karir dan kewarganegaraan.
Dari 10 prinsip di atas,
Sturring dkk (2011) membagi tingkat pelaksanaan pendidikan berbasis kompetensi ke
dalam lima tingkatan, yakni (1) belum berbasis kompetensi, (2) mulai berbasis
kompetensi, (3) sebagian telah berbasis kompetensi, (4) hampir berbasis
kompetensi dan (5) secara keseluruhan berbasis kompetensi. Pembagian tersebut
didasarkan pada indikator-indikator yang disusun berdasarkan 10 prinsip
pendidikan berbasis kompetensi seperti terdapat dalam lampiran. Sturring dkk menyatakan
bahwa model yang mereka tawarkan sudah teruji valid dan reliabel. Instrumen
yang mereka kembangkan dapat membantu guru menilai sejauhmana praktek PBK telah
dilaksanakan, melihat aspek mana yang harus segera diperbaiki dan bagaimana guru
dapat merealisasikan sampai tingkatan prinsip PBK secara keseluruhan dalam proses belajar
mengajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar